Kamis, 24 Maret 2022

7 tips Mengubah Budaya Sekolah

Petition · Flaws in 'The Indian Education System' · Change.org

Gambar diatas mengingatkan kita peningkatan kualitas atau mutu sekolah seolah-olah ibarat pabrik manusia, mempergunakan proses pendidikan melalui pendekatan fungsi produksi.   Untuk meningkatkan mutu atau prestasi dianggapnya komponen produksi yaitu kurikulum, sarana dan prasarana, dan kualitas guru harus ditingkatkan.  Sayangnya system pendidikan seperti ini tidak membuat prestasi siswa beranjak naik secara significant.  Kita semua jadi bertanya, “Kenapa tidak bisa naik mutu pendidikannya?”  Ya itu dikarenakan karena proses pendidikan bukan hal yang sama seperti memproduksi barang.  Untuk meningkatkan mutu dan prestasi siswa, maka perlu dilaksanakan kebijakan dan program yang berbasis pendekatan kulturan seperti yang dijelaskan oleh Prof. Zamroni dalam bukunya Kultur Sekolah (2016).  Beliau menambahkan bahwa dalam mengembangkan kultur sekolah diperlukan proses yang panjang, konsistensi dengan tidak cepat puas dengan hasil ataupun sebaliknya tidak gampang putus asa.

Berikut 7 tips yang harus Anda lakukan jika Anda baru diangkat menjadi seorang pemimpin sekolah yang ingin mengubah budaya sekolah:

  1. Kenali kondisi sekolah saat ini.

  2. Rumuskan arah pengembangan kultur sekolah yang Anda ingin wujudkan.

  3. Mengubah mindset dengan melihat masalah sebagai sebuah kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik dan focus pada pemecahan masalah.

  4. Mengembangkan kemampuan guru.

  5. Fokus pada pengembangan prestasi siswa.

  6. Kembangkan nilai-nilai (value) kehidupan dengan mengembangkan karakter positif  siswa.

  7. Memecahkan konflik secara damai.

Keep learning, keep sharing, keep inspiring, and write your legacy!

Capri Anjaya

Ketua AISEI Komunitas Pendidik Indonesia


#AISEISharing
#KulturSekolah
#KurikulumNgumpet


Mengelola Perubahan Budaya Sekolah


Dr. John Kotter (2012) seorang ahli dalam mengelola perubahan (change management),  telah membuktikan bahwa sekitar 70% seluruh perubahan besar yang dilakukan menemui kegagalan. Mengapa bisa terjadi? Karena sekolah sebagai suatu organisasi tidak melakukan perubahan dengan pendekatan secara holistik.

8 langkah Kotter untuk mengembangkan Kultur Baru Sekolah:

  1. Mengakui bahwa Sekolah dalam kondisi ‘perlu bantuan’.

  2. Membentuk tim kerja yang semua bisa bekerjasama dan saling mempercayai. Namun perlu diingat, setiap perubahan dan pembaharuan pasti mengundang resistensi.  Jadi pastikan Anda terbuka, transparan,  dan saling mengingatkan.

  3. mengembangkan visi baru; visi yang merupakan dasar untuk mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan.

  4. Mensosialisasikan visi hingga warga sekolah paham dan menerima visi sekolah.

  5. Memberdayakan guru, pegawai administrasi, siswa dan orang tua siswa untuk menjalankan tugas sesuai fungsi dan wewenangnya.

  6. Mengembangkan target keberhasilan tidak hanya jangka panjang namun juga jangka pendek.

  7. Konsolidasi dan penyempurnaan dengan melakukan refleksi di setiap tahapan kegiatan.

  8. Berikan amunisi baru untuk terus berubah sehingga diperlukan tradisi untuk selalu berdiskusi, bertukar pendapat, saling memberi positif kritik, auto-kritik dan mengikuti workshop secara terus menerus serta melakukan studi banding dan kegiatan organisasi yang mendukung.  

Dari 8 langkah Kotter ini, saya  menyakinkan kita semua, walaupun kita seorang guru, kepala sekolah ataupun orang tua, bahwasanya kita harus terus mau belajar dan terus ber-refleksi untuk menjadi pemimpin yang lebih baik.

Keep learning, keep sharing, keep inspiring, and write your legacy!

Capri Anjaya

Ketua AISEI Komunitas Pendidik Indonesia


#AISEISharing
#KulturSekolah
#KurikulumNgumpet


Dapatkan Menjadi Kepala Sekolah Tanpa Melalui Proses Sebagai Guru?

Para peneliti setelah melakukan penelitian mengenai kepemimpinan pendidikan akan setuju bahwa kepala sekolah yang efektif adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk membangun visi sekolah tentang komitmen terhadap standar yang tinggi dan keberhasilan semua siswa.  Yang dimaksud dengan Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin pembelajaran dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi jenjang taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas.  

Pertanyaannya adalah bisakah menjadi kepala sekolah tanpa melalui proses menjadi guru?   Sebaiknya seorang kepala sekolah pernah menjadi guru dan kebanyakan jabatan kepala sekolah di dapat setelah melalui proses menjadi guru.    Kenapa? Karena Kepala Sekolah sekurang-kurangnya harus memiliki  kompetensi sebagai berikut sesuai Perdirjen 6565/2020:

1.       Memimpin Manajemen Sekolah.  KS harus bisa mengembangkan dan mewujudkan visi sekolah dan memimpin dan mengelola program sekolah

2.       Memimpin Pembelajaran.  KS harus memiliki pengalaman menjadi guru karena KS harus bisa membangun lingkungan belajar, memimpin perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, memimpin perbaikan kualitas proses belajar dan melibatkan orang tua/wali dan komunitas dalam pembelajaran

3.       Memimpin Pengembangan Sekolah.  KS harus dapat memimpin pengembangan sekolah dan melibatkan orang tua/wali dan masyarakat dalam pengembangan sekolah

4.       Mengembangkan Diri dan Orang Lain. KS harus bisa menunjukan praktek pengembangan diri, menunjukan kematangan spiritual, moral, dan emosi.  Tidak hanya itu, KS juga harus bisa mengembangkan kompetensi warga sekolah dan melakukan pengembangan karir.


Keep learning, keep sharing, keep inspiring, and write your legacy!

Capri Anjaya

Ketua AISEI Komunitas Pendidik Indonesia


#AISEISharing
#ProfilKepalaSekolah

#KompetensiKepalaSekolah
#KurikulumNgumpet


Mudahkah Menjadi Guru?


Banyak lulusan sarjana yang bukan latar belakang pendidik, berubah haluan menjadi guru.  Tentunya banyak faktor antara lain dikarenakan tidak mendapat pekerjaan sesuai pendidikan kesarjanaannya dan adanya anggapan bahwa guru adalah pekerjaan yang semua orang bisa mengerjakan.  Tentunya ini menjadi tantangan untuk perguruan tinggi khususnya yang memiliki fakultas pendidikan dan kita semua sebagai pengelola pendidikan untuk refleksi diri. 

Apakah semudah itu menjadi guru?  Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, menyatakan “Segala syarat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan” (Dewantara, 1956, dalam Dewantara, 2009, h.210). Kodrat keadaan yang beliau maksud terdiri dari dua unsur, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam merujuk kepada keadaan hidup kebudayaan, kemasyarakatan, bangsa, dan negara anak didik sedangkan kodrat zaman merujuk pada waktu yang ditempati masyarakat.  Pernahkah kita sebagai pendidik memperhatikan ini?

Ki Hajar Dewantara menambahkan bahwa pendidikan harus yang berorientasi pada anak dan ini sejalan Standar Kompetensi Guru ASEAN, yaitu memastikan siswa belajar dengan menyenangkan.  Untuk itu jika ingin menjadi guru, kita harus memenuhi 4 poin dibawah ini

(1) Guru yang tahu dan mengerti apa yang diajarkan.

Guru hendaknya berpengetahuan luas sesuai disiplin ilmu dan tahu bagaimana cara mengajarkannya. Guru dituntut untuk mengerti tren pendidikan, kebijakan-kebijakan pendidikan serta kurikulum yang akan digunakan.  Tidak hanya itu, guru hendaknya ter-update dengan perkembangan dunia pendidikan baik itu lokal, nasional, maupun global.

 

(2) Guru yang membantu siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Guru harus memiliki keinginan untuk mengerti keadaan siswanya (latar belakang sosial & emotional, kelebihan, kekurangan, dsb), menggunakan strategi belajar mengajar yang efektif, dan memberikan feedback terhadap perkembangan siwa belajar.

 

(3) Guru yang melibatkan diri dalam komunitas yang mendukung siswa.

Guru harus mengajarkan untuk memberi rasa hormat dan menghargai perbedaan, bergabung dengan kegiatan kemasyarakatan sehingga membantu siswa untuk tumbuh, dan berpartner dengan orang tua, pengasuh, atau pelatih untuk bersama-sama membimbing siswa.

 

(4) Menjadi Guru yang lebih baik setiap hari.

Guru harus memiliki berhasrat untuk belajar dan terus meningkatkan diri  hingga bisa menjadi guru yang lebih baik tidak hanya dalam disiplin ilmunya namun juga mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pekerjaan.  Guru dituntut untuk tahu apa yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri dan orang disekitarnya.  

 



Keep learning, keep sharing, keep inspiring, and write your legacy!

Capri Anjaya

Ketua AISEI Komunitas Pendidik Indonesia


#AISEISharing
#ProfilGuru

#KompetensiGuru
#KurikulumNgumpet

Apakah aku stress?

  Ibu          : “Nak, kamu makan malam dulu sudah jam 10!” Anak      : “Sebentar bu, aku lagi siapkan tugas yang aku harus presentasika...