Selasa, 25 Februari 2020

Lahirnya Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK)

 Sekolah Bertaraf Internasional

Periode tahun 1995 sampai dengan 2005, aroma komersialisasi pendidikan tercium sangat keras. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat Indonesia, penyelenggara sekolah baik swasta maupun negeri, berebut kue belanja pendidikan masyarakat. Untuk memikat orang tua, penyelenggara pendidikan menggunakan beberapa strategi. Bagi sekolah internasional yang berasal dari embassy school,  dengan cepat mempromosikan fasilitas, kurikulum dan metode pengajaran. Tentu saja, kemudahan untuk dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi ke luar negeri juga diekspose.  Sementara itu, lembaga penyelenggara pendidikan swasta (Yayasan) mencoba mencari mitra pendidikan dari luar negeri, yang juga sudah mengincar pasar Indonesia. Umumnya mereka menawarkan kepada masyarakat sistem pendidikan luar negeri tetapi dengan nuansa nasional yang kental. Maklum, penyelenggara pendidikan ini memiliki pengalaman yang panjang dalam mengelola sekolah nasional. Strategi lain berebut kue dana pendidikan masyarakat adalah dengan ‘mengelabui’. Penyelenggara pendidikan membangun fasilitas yang modern, mengganti nama sekolah, tetapi menerapkan sistem pendidikan nasional.

Pada tahun 2003, pemerintah  pemerintah merespon fenomena komersialisasi dan globalisasi dalam aspek pendidikan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003.  Pemerintah memanfaatkan undang-undang ini sebagai pedang bermata dua. Satu alat untuk merespon dua situasi berbeda. Di satu sisi, melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengubah sistem pendidikan untuk merespon fenomena globalisasi pendidikan. Di sisi lain, dengan undang-undang ini pemerintah dapat menertibkan sekolah-sekolah yang tidak jelas kategorinya tetapi ‘menyesatkan’ pemahaman masyarakat terhadap sekolah internasional.

Melalui Undang-Undang tersebut, pemerintah mengamanatkan agar pemerintah dana pusat atau pemerintah daerah menyelengarakan satuan pendidikan bertaraf internasional. Undang-undang ini ibarat  pisau bermata dua.  Di satu sisi untuk  mengatur maraknya  sekolah dengan label internasional sehingga masyarakat bisa membedakan dengan jelas sekolah internasional yang sesungguhnya dan sekolah yang hanya menempelkan kata “international” atau “global”. Di sisi lain, pemerintah merasa perlu untuk mengubah sistem pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia agar selaras dengan perkembangan globalisasi.

Melalui Undang-Undang No 20 tahun 2003 pemerintah mendorong lahirnya sekolah bertaraf internasional, terutama dari sekolah negeri.  Ayat 3 undang-undang tersebut mengamanatkan: Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 7 Tahun 2010 secara jelas sekolah internasional ditetapkan dengan nama Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Dalam peraturan SBI  didefinisikan sebagai satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Negara maju yang dimaksud adalah negara-negara yang tergabung  OECD (Organization for Economic Development)  seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan sebagainya.  Dengan demikian, SBI adalah sekolah yang  telah menjalankan sistem pendidikan nasional dengan baik, ditambahkan dengan kurikulum luar negeri. Masyarakat luas mengenalnya sebagai sekolah bertaraf internasional.

Maksud baik pemerintah ini ternyata membuat kaget hampir semua lembaga sekolah negeri. Mereka tidak siap. Pemerintah juga memahami hal itu. Oleh karenanya, pemerintah merancang program rintisan dengan mendirikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).






RSBI dipatahkan dengan adanya keputusan Mahkamah konsitusi (MK) pada tanggal 8 Januari 2012 yang menyatakan, “Pasal 50 ayat 3 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.”

#Sekolah Internasional: Solusi yang Butuh Solosi karya Capri Anjaya
#Sekolah Lokal Berkualitas Internasional: Resep Jitu Mengelola Sekolah Internasional (SPK) karya Capri Anjaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah aku stress?

  Ibu          : “Nak, kamu makan malam dulu sudah jam 10!” Anak      : “Sebentar bu, aku lagi siapkan tugas yang aku harus presentasika...